Sejarah Desa Tanjung Nanga
Di bagian hulu
Sungai Pujungan atau lebih tepatnya di Kecamatan Pujungan, terdapat desa
Bernama Desa Long Pua. Desa Long Pua merupakan desa yang terletak di muara
Sungai Punjungan. Desa ini diapit oleh pegunungan yang menjulang tinggi.
Mayoritas penduduk desa adalah Suku Dayak Kayan dengan sub Suku Kayan Pua.
Dalam memenuhi
kehidupan sehari-harinya, masyarakat Kayan Pua bermata pencaharian sebagai
petani ladang berpindah. Kondisi tanah merupakan salah satu faktor pendorong
mata pencaharian ini banyak dipilih. Kondisi tanah yang kurang subur dan tandus
mendorong masyarakat Kayan Pua harus mencari tanah yang subur yang dapat
dijadikan ladang. Masyarakat Kayan Pua harus menempuh jarak kurang lebih tiga
jam ke hulu Sungai Pujungan untuk membuat ladang di tanah yang subur. Oleh
karenanya, banyak dari mereka yang harus menetap sementara dan membuat pondok
di ladang untuk menginap atau yang biasa disebut dengan “ngelumbung”.
Di sisi lain,
keterbatasan akses juga dirasakan masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan dapur,
seperti minyak, garam, gula dan sebagainya. Masyarakat harus pergi ke pusat
perbelanjaan di Kecamatan Punjungan yang membutuhkan waktu dua hari dengan
menggunakan transportasi sungai. Sementara untuk kebutuhan medis, masyarakat
harus pergi ke Tanjung Selor, Ibukota Bulungan. Pada masa itu, Perjalanan ke
tanjong selor hanya dapat ditempuh dengan perahu dayung yang berisikan 10 orang
pendayung yang akan melintasi derasnya air sungai dan tingginya jiram.
Perjalanan ke tanjong selor ini mengikuti debit air. Perjalanan dapat ditempuh dalam waktu 30 hari
jika debit air kecil, sedangkan jika debit air besar, perjalanan dapat memakan
waktu 30-40 hari bahkan lebih. Tentunya, perjalanan ini bukan perjalanan yang
mudah. Seringkali terjadi musibah perahu terbalik akibat terjangnya jiram.
Bahkan, tidak jarang perahu kurang stabil dan karam sehingga memakan korban
jiwa. Kondisi tersebut menjadikan perekonomian masyarakat tidak stabil.
Persediaan kebutuhan pokok seringkali tidak mencukupi untuk kebutuhan satu
tahun. Bahkan, masyarakat mencari alternatif pengganti nasi seperti sagu nanga
akibat kurangnya keseimbangan pangan. Sementara untuk memenuhi sandang,
masyarakat menggunakan pakaian dari kulit kayu pada masa itu.
Untuk mengatasi
ini, beberapa masyarakat Suku Kayan Pua mencari nafkah sampai Desa Lasaan demi
untuk menambah pundi-pundi rupiah dan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Dengan kondisi ekonomi yang semakin hari semakin memprihatinkan, sebagian
masyarakat memilih untuk pindah ke Desa Long Lassan, Kecamatan Long Peso.
Situasi ini memberi ruang pikir bagi para petuah desa untuk merubah kondisi
desa. Keadaan desa seperti ini akan membuat hari-hari kedepan akan semakin
banyak penderitaan.
Pada masa
kepemimpinan seorang kepala kampung bernama Bapak Tebun Lian 9 (Alm), pak Tebun
Lian tidak tega melihat desa yang dipimpinnya terus menerus dalam keadaan
terpuruk. Pak Tebun Lian pun berinisiatif untuk melaporkan hal ini kepada ketua
Kecamatan Pujungan yang pada masa itu dipimpin oleh Assan Lian (alm). Laporan tersebut pun mendapat sambutan baik
dari pak Assan dengan langsung mengadakan kunjungan ke Desa Long Pua untuk
mengadakan rapat umum, kejadian tersebut terpotret secara lisan pada tahun
1961.
Rapat umum tersebut
menghasilkan keputusan untuk diadakannya survei guna mencari tempat yang lebih
baik untuk Desa Long Pua. Berdasarkan hasil survei, diputuskan dua tempat untuk
dikunjungi yaitu yang pertama akan Kayan Hulu Long Pleban dan yang satu lagi
menuju Malinau. Selanjutnya, dibentuk dua kelompok survei, yaitu kelompok
survei pertama diketuai oleh Kepala kampung Bapak Tebun Lian (alm) dengan
tujuan Sungai Akan, sedangkan kelompok survei yang kedua diketuai oleh Bapak
Jin Usat (alm) dengan tujuan Malinau.
Survei
penelusuran pun dilakukan, kelompok pertama berhasil sampai ditujuan, akan
tetapi menurut laporan lokasi yang diharapkan tidak memuaskan karena kondisi
tanah tandus dan tidak layak dijadikan lahan tani ataupun daerah pemukiman.
Sementara itu, tim kedua tidak berhasil ke tempat tujuan disebabkan tim survei
tidak mengetahui arah jalan menuju Malinau. Perkara ini disampaikan kepada
bapak camat Assan Lian (alm) lalu kemudian dengan tegas mencari jalan keluar
untuk permasalahan ini dengan mengarahkan suku punan sebagai penunjuk jalan
mendampingi tim survei menuju malinau. Tim ini diketuai oleh Usat Bilung dan
Jin Usat (alm). Perjalanan ini pun membuahkan hasil, tim ini berhasil sampai ke
malinau dengan menentukan lokasi di Lulau Nanga atau Tanjung Nanga. Kabar baik
ini pun disampaikan oleh tim survei kepada kepala kampung dan camat pujungan
dengan keputusan akhir mengarahkan rapat akhir strategi perencanaan transisi
Desa Long Pua ke Malinau. Pada tahun 1964, 10 kepala keluarga mulai bergerak
pindah ke Malinau. Sebagian masyarakat turun ke Sungai Ran untuk membuat ladang
sebagai bekal untuk perjalanan pindah ke Malinau. Perpindahan terus dilakukan
secara bertahap seiring waktu sampai pada tahun 1968 dan pada tahun inilah
tempat yang disebut Lulau Nanga dijadikan
desa Tanjung Nanga. Hal ini direncakan dan diatur oleh Bapak Ludy Lassen dengan
mengetahui kepala desa pada masa itu Bapak Tebun Lian (alm).
Pada masa
perpindahan pertama kali ke malinau pada tahun 1964 sampai tahun 1973, Desa
Tanjong Nanga belum berstatus desa resmi. Hal ini disebabkan karena SK desa
lama yaitu Desa Long Pua masih ditahan oleh camat Pujungan, sehingga dalam
kurang lebih 9 tahun Desa Tanjong Nanga tidak mendapatkan apapun dari
pemerintah termasuk dengan tunjangan kepala desa beserta staf desa. Hal ini
tidak mematahkan semangat kepala desa Bapak Tebun Lian (alm) dengan bergandeng
tangan bersama masyarakat tetap kuat untuk membangun Desa Tanjong Nanga. Camat
Malinau, yang pada masa itu dipimpin oleh Bapak Zaini S (alm), akhirnya
memutuskan untuk melebur Desa Kusugui menjadi Desa Tanjong Nanga dengan
berlandaskan surat keputusan pada tanggal 1 Oktober 1974. Dengan demikian,
Tanjung Nanga resmi menjadi sebuah desa dan pada saat itulah bantuan dan
pembangunan dari pemerintah mulai berjalan. Peresmian Desa Tanjung Nanga pun
dilakukan pada tanggal 30 April 1968. Acara peresmian Desa Tanjung Nanga pun
diajukan oleh masyarakat dengan mengadakan upacara makan bersama dan mengucap
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Meskipun
demikian, perjuangan Desa Tanjung Nanga tidak hanya sampai di situ. Kepala Desa
Tebun Lian (alm) terus membangun Kembali perekonomian Desa Tanjong Nanga hingga
sampai pada akhir masa tugasnya pada tahun 1978. Pada tahun 1979, masyarakat
Desa Tanjong Nanga memilih kepala desa baru, dan terpilihlah Bapak Ludy Lassen
sebagai kepala desa kedua Desa Tanjong Nanga. Pada kepemimpinan bapak Ludy
Lassen perekenomian Desa Tanjong Nanga terus bertumbuh, sarana prasarana
seperti jalan terus dibangun menggunakan teknik semenisasi dengan mengandalkan
swadaya masyarakat dan dukungan bantuan pemerintah selama 3 tahun
berturut-turut.
Lebih lanjut,
Desa Tanjong Nanga juga menorehkan banyak prestasi. Pada tahun 1992 desa
dicalonkan untuk mengikuti lomba desa dan mendapat penghargaan juara III
tingkat kabupaten, lalu pada tahun 1993 mengikuti lomba desa UPGK meraih juara
II tingkat kabupaten. Desa Tanjung Nanga pada tiga tahun selanjutnya kembali
dipercaya untuk mengikuti lomba UPGK tingkat Kabupaten dan mendapat juga juara
ke dua sekaligus mewakili kabupaten bulungan dan keluar sebagai juara I tingkat
Provinsi. Pada tahun 1998/1999 mengikuti lomba desa peran serta dan mendapat
juara II tingkat Kabupaten, sedangkan pada tahun 1999/2000 mengikuti lomba
PMT-AS dan mendapat penghargaan juara I tingkat Kabupaten dan sebagai Juara I
juga tingkat provinsi pada perlombaan yang sama, sedangkan untuk tahun yang
sama pula mendapat juara II pada Lomba Kepala Desa Berprestasi tingkat
Kabupaten.
Tidak sampai
disitu saja, kembali lagi Desa Tanjung Nanga mengikuti lomba. Pada tahun 2001,
masyarakat berbenah diri dengan memperbaiki kekurangan sehingga setelah
dianggap baik, Kepala Desa Bapak Ludi Lassen kembali menghadap Bapak Yermia
Bumbu yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas PMD Kabupaten Malinau.
Selanjutnya, kepala dinas PMD langsung memerintahkan stafnya untuk melihat
langsung kesiapan Desa Tanjung Nanga. Tim ini dipimpin oleh Bapak Sahat
Manulang dan langsung mengadakan pembinaan di desa. Pada tahun 2002, Desa
Tanjung Nanga mengikuti lomba desa tingkat provinsi dan keluar sebagai juara
pertama tingkat provinsi sekaligus juara pertama untuk predikat Kepala Desa
Berprestasi tingkat Provinsi dan sebagai penghargaam pemerintah mengundang
Kepala Desa ke Ibukota Negara untuk mengikuti perayaan HUT RI di Istana Negara
pada tanggal 13-18 Agustus 2022. Kepala Desa, Ketua LPM, dan Ketua PKK Desa
Tanjong Nanga menghadiri acara tersebut sekaligus menerima penghargaan Desa
Teladan dan Kepala Desa Teladan. Sebagai ucapan terima kasih dan penghargaan
dari pemerintah kabupaten Malinau, Kepala Desa Tanjung Nanga diikutsertakan
dalam rombongan tour Pemda Malinau untuk ziarah ke Yerusalem.
Demikian sekilas
sejarah Desa Tanjung Nanga tahap I sampai masa jabatan Kepala Desa Bapak Ludy
Lassen. Sejarah ini akan terus dilanjutkan oleh Bapak Kepala Desa Yusat Lassen
dengan sejarah yang baru selama Bapak Yusat Lassen memimpin. Serja sejarah desa
ini diharapkan menjadi bukti nyata bahwa desa ini berdiri membutuhkan
pengorbanan dan Kerjasama masyarakat untuk mewujudkan menjadi desa yang
BERSINAR (bersih, sejuk, indah, aman, nyaman, dan rapi).
Tanjung Nanga, 28 April 2014
Kepala Desa Tanjung Nanga,
Yusat Lassen